Wednesday, October 18, 2006

museum nasional

Kalau bertengkar dengan diri sendiri menghasilkan sajak,
bertengkar dengan Canberra menghasilkan apa?
- Martin Johnston


seekor currawong mematuk bungkus bekas makanan
melihatku dengan kepala miring ke kanan


kaca mataku menggelincir ke ujung hidungku
dari (kata orang) etalase kontroversial


rambutku - burung itu jadi curiga
di seberang danau sana


gedung parlemen memicing mata di balik
jernih monokel ibu kota


warna-warni klub yacht mengayun-ayun
di permukaan air hitam bagai ara
lebih hitam daripada teluk kayu teh


pupil sebagai wastafel kalau begitu
& aku tersedot ke dalam lensamu


tersedot ke dalam sangkarmu
tersedot ke dalam katarak pusat kotamu


besar matamu, di permukaannya
selapis tipis air mata.


Jaya Savige. Dari jurnal elektronik Cordite, http://www.cordite.org.au/archives/000475.html. Versi awal dari puisi yang dimuat di Latecomers, University of Queensland Press, 2005.

(Tak Berjudul)

Kalau saja dunia
Selalu seperti ini
Nelayan sendiri
Menarik sampan kecil
Naik ke tepi sungai.

Si Shogun, Minamoto No Sanetomo, dari terjemahan Inggris Kenneth Rexroth (sekali lagi) di One Hundred Poems from the Japanese, New Directions, 1955, hal. 68.

Monday, October 16, 2006

(Tak Berjudul)

Diayun deru angin embun putih
di pucuk-pucuk rumput musim gugur lepas
bagai mutiara dari tali kalungnya.

Keterak angin, bun putih
ing pasuketan mangsa ketiga
sumyur kadya pedhoting kalung.

Bunya No Asayasu, dari versi Inggris Kenneth Rexroth di One Hundred Poems from the Japanese, New Directions, 1955, hal. 13. Terjemahan bahasa Indonesia oleh Mikael Johani, basa Jawa oleh Is Mujiarso.

Friday, October 13, 2006

Ts'ai Chi'h

Kelopak-kelopak melayang jatuh,
Oranye daun-daun mawar,
Kilaunya memeluk licin batu.

Versi Ezra Pound dari Lustra, 1913, diambil dari Ezra Pound: Poems and Translations, The Library of America, 2003, hal. 286. Diterjemahkan oleh Mikael Johani dan Is Mujiarso.

(Tak Berjudul)

Menyisir garis pantai
Di Tago aku memandang
Salju jatuh, putih silau,
Tinggi di puncak Fuji.

Yamabe No Akihito, diterjemahkan dari terjemahan bahasa Inggris Kenneth Rexroth oleh Is Mujiarso. Diambil dari One Hundred Poems from the Japanese, New Directions, 1955, hal. 1.

Tuesday, October 10, 2006

Puisi Porno

Tujuh perwira
Kuba dalam
pengasingan
mengerubutiku
semalaman.
Tipe Spanyolan,
tinggi,
licin,
ramping,
hitam mengkilat
berotot
bodinya
rambut
seperti arang
basah
di atas kepala
dan sela selangkangan.
Aku tak bisa menghitung
lagi berapa kali
aku disetubuhi
mereka
dan bagaimana saja
posisinya.
Sekali
mereka berdiri
mengelilingi
melingkariku
dan aku harus
merangkak
dari satu selangkangan
ke selangkangan lain
mengisap
satu-satu
penis mereka
sampai berdiri.
Setelah
tujuh-tujuhnya
berdiri semua
aku bergidik
mendongak
pada penis-penis tegang itu
perbedaan panjangnya
diameternya
dan aku tahu
satu demi satu
mereka semua akan
masuk
ke lubang pantatku.
Mereka
semua
keluar paling tidak
dua
beberapa tiga kali.
Sekali mereka mendorongku
berlutut di kasur,
satu memasukiku
dari belakang,
satu di mulut,
sementara aku mengocok
satu
dengan tiap tanganku
dan dua
yang lain
menggosok
burung mereka
di kaki telanjangku
menunggu
giliran mereka
masuk
ke tubuhku.
Waktu aku pikir
semua sudah menyerah
dua dari mereka
bergabung
dan menyetubuhiku
bersamaan.
Posisi-posisi
yang kita pakai
memang gila
tapi dengan dua
penis Kuba
besar gemuk
di pantatku
bersamaan
aku tahu aku
di surga.

John Giorno, dari An Anthology of New York Poets, Vintage Books, 1970 (bekas milik Subagio Sastrowardojo, frontispiecenya ditandatangani 1/6/75), hal. 254-256.

Monday, October 09, 2006

Dua Gerobak Merah

Gerobak Merah (v.1)

semua tergantung
pada

roda gerobak
merah

disemir air
hujan

di samping ayam-ayam
putih.

Gerobak Merah (v.2)

semua
tergantung pada

roda
gerobak merah

kilat
air hujan

putih
ayam-ayam.

William Carlos Williams, diambil dari Selected Poems, New Directions, 1985, hal. 56.

Friday, October 06, 2006

Sepuluh Tahun

Sepuluh tahun lalu, dia perlu kebenaran
sepuluh tahun ini, dia ingin. Dia ingin
seperti ingin makan kue atau minum bir tengah hari
tidak begitu perlu. Sepanjang musim panas
pohon pun menunggu sabar sampai hujan turun.
Kali ini, mati datang seperti tamu
yang tak ditunggu. Dokter memompanya keluar
dari garis lurus hijau. Beberapa menit yang lalu di kasur itu
istrinya menaruh tangan di depan hidungnya, mana napasnya?
Kata mereka setiap tiga detik
seorang miskin mati. Satu. Dua.
Bayangkan sekampung mulai menghitung, satu, dua, gampang ya
terus saja. Dunia akan jalan terus juga dan ya
Ini memang sudah ada aturannya. Dokter
sudah melaksanakan kewajibannya;
istri sudah memesan keranda;
waktu kelas lima, kelasnya belajar
tentang mati, betapa lazimnya; di surga
dia seorang filsuf dengan definisi kejam tentang kebenaran
Pohon adalah pohon, tua dan menua.
Sampai hujan turun dan halilintar membelahnya jadi dua.
Anak perhutanan datang dan pulang membawa
contoh dan mulai menghitung cincin tahun
Setiap kali ini terjadi, seseorang pasti kebagian tugas
mencatat: mati karena,
ongkos keranda, setiap tiga detik.
Kadang dunia jadi ramah
semua orang ingin terlibat. “Beliau orang baik,” kata pastur di kuburan
Dia sendiri orang baik di hari kematiannya
Begitu banyak orang baik mati, begitu banyak istri setia
ditinggal mati, dan sebaliknya. Mereka menghitung ada tiga
ratus lima puluh dua cincin, setiap cincin ombak
yang membeku begitu sempurna.
Istri itu mati. Suami itu mati lagi.
Dokter sudah putus asa
cuci tangan dengan sabun hijau
Otot kaku beberapa menit setelah mati.
Satu, dua, tiga, udara bergetar
meregang.

John de Borja, 2005. Penyair kontemporer Filipina. Teks Inggris disalin oleh Grace Perdiguerra. Maraming salamat!